KOMPAS.com - Saat berkomunikasi maupun bernegosiasi, setiap orangtua punya gaya berbeda. Ada yang hard bargainer, collaborator, conflict avoider, dan acoomodator. Teori ini muncul dilatarbelakangi pengamatan secara langsung oleh ahli atas perilaku orangtua terhadap anak-anaknya. Ada yang keras, selalu mendengarkan dan bekerja sama, senang menghindari konflik, atau malah selalu mengikuti kemauan anak. Sebenarnya, setiap gaya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berikut penjelasannya:
1. Hard Bargainer
Ciri-ciri:
* Bertipe keras. Jika memiliki pendapat dan keinginan, ia akan mempertahankan sekuat tenaga.
* Memaksakan kehendak karena semua aturan di rumah harus ia yang buat.
* Merasa jika pendapatnyalah yang paling benar, paling bisa mengatur.
* Sulit mendengarkan pendapat orang lain apalagi dari anak. Kalaupun mau mendengarkan, ia akan meminta alasan yang kuat dari anak.
* Senang mengancam dan memberi hukuman.
Sisi positif:
* Keputusan, baik itu instruksi atau aturan dapat dibuat dengan cepat, tegas, dan efektif.
* Aturan-aturan di rumah dapat ditegakkan dengan baik.
* Dapat memicu anak untuk melatih pola berpikirnya. Seperti meminta alasan kenapa ia berbuat sesuatu, anak akan berpikir keras untuk mengungkapkan pendapatnya mengingat orangtuanya sulit diyakinkan. Jika ia terbiasa berpikir mencari alasan-alasan logis, maka ia akan terbiasa untuk kreatif berpikir. Kelak ketika bernegosiasi, anak bisa menajdi negosiator andal karena ia terlatih untuk mempertahankan pedapatnya dengan alasan-alasan logis.
Sisi negatif:
* Anak kerap tak memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapat sehingga kreativitasnya terpasung.
* Anak merasa terkekang yang bisa memupuk sifat membangkang, juga merasa tertekan karena apa yang dikatakan orangtuanya harus dipatuhi. Apalagi jika si anak menurunkan sifat orangtuanya yang hard bargainer, pasti akan sering terjadi pertengkaran, karena orangtua ingin pendapatnya dituruti sementara anak sulit diatur. Keributan-keributan yang tak tertangani dengan baik akan membuat hubungan orangtua dan menjadi tidak harmonis.
2. Collaborator
Ciri-ciri:
* Menekankan kerja sama. Ketika ada tujuan yang ingin dicapai, orangtua mengajak anak berkumpul untuk mencapai tujuan secara bersama-sama. Ketika mereka akan pergi liburan, anak diajak duduk bareng untuk berembuk tempat mana yang paling pas untuk menjadi tujuan, sehingga kemudian diputuskan mana yang terbaik. Prinsipnya, rembuk dulu, putuskan kemudian.
* Bersikap terbuka dengan permasalahan yang ada. Ketika memutuskan sesuatu, mereka selalu mempertimbangkan keinginan anak. Lalu, ketika terjadi perdebatan, orangtua tetap fokus pada kepentingan dan tujuannya.
Sisi positif:
* Anak bisa menjadi sosok yang terbuka dan hangat terhadap permasalahan yang mereka hadapi, sehingga komunikasi orangtua dengan anak dapat terjalin baik.
* Relasi dengan anak dapat terjaga.
* Anak merasa didengarkan pendapatnya.
Sisi negatif:
* Anak bisa lepas kendali, utamanya bila pengawasan orangtua kurang ketat. Ingat, tidak perlu dalam semua hal anak boleh diajak bekerja sama. Ada saat dimana orangtua mutlak harus mempertahankan pendiriannya. Ketika anak gemar bermain internet, orangtua wajib memberikan aturan-aturan yang tegas mengenai situs-situs apa saja yang tidak boleh dikunjungi. Selebihnya, aturan seperti kapan anak boleh berinternet bisa disepakati bersama.
* Tipe ini juga memerlukan energi dan waktu yang besar, karena segala hal harus didiskusikan bersama.
* Keputusan yang diambil cenderung lambat dan terkesan tidak tegas.
3. Conflict Avoider
Ciri-ciri:
* Selalu menghindari terjadinya konflik dengan anak. Jika anak melakukan kesalahan atau sesuatu yang tidak baik, orangtua tak mau menegur, menasihati, menegur, karena orangtua tak ingin anaknya marah, melawan, atau menangis sehingga muncul konflik.
* Cuek.
* Tidak terlalu banyak bicara atau menegur.
* Tidak banyak aturan.
* Tidak membatasi, tetapi membebaskan apa saja yang dilakukan anak (permisif).
Sisi positif:
* Anak bebas berkreasi dan bereksperimen, sehingga bisa menjadikan anak kreatif.
* Relasi orangtua dan anak terjaga dengan baik (harmonis).
Sisi negatif:
* Anak tidak tahu aturan sehingga bisa lepas kendali. Bisa saja kelak ia menjadi anak yang liar dan sulit diatur karena terbiasa bebas melakukan apa saja.
* Anak tidak belajar dari kesalahan-kesalahan sebelumnya.
* Anak tidak tahu mana yang baik dan buruk, benar dan salah, dan sebagainya.
* Anak menjadi pribadi egois dan mau menang sendiri.
4. Accomodator
Ciri-ciri:
* Selalu ingin menyesuaikan, mengabulkan, atau mengakomodasi keinginan anak. Ketika anak ingin dibelikan mobil-mobilan, boneka, sepeda, atau ponsel, orangtua selalu mengabulkannya.
* Menganggap jalinan relasi lebih penting dari masalah itu sendiri.
* Memberi kebebasan buat anak untuk berkomunikasi, bereksplorasi, dan bereksperimen.
* Tidak banyak aturan dan disiplin, karena dianggap akan mengekang kreativitas.
* Fleksibel.
* Sama halnya dengan conflict avoider, cenderung antikonflik demi kebersamaan/menjaga relasi dengan anak.
* Tidak mau anaknya merasa bersalah/tersakiti.
* Easy going, apa pun karakter anak yang ia hadapi berusaha disesuasikan dengan drinya. Tidak terlalu dipikirkan karena ia lebih terfokus kepada kesenangan dan relasi orang lain daripada dirinya.
Sisi positif:
* Anak merasa didengarkan.
* Kreativitas anak tergali dengan optimal.
* Anak berani mengemukakan pendapat.
* Relasi orangtua dan anak terjaga dengan baik.
Sisi negatif:
* Menjadikan anak "liar", karena keinginannya selalu dikabulkan.
* Anak tidak disiplin dan tidak tahu aturan.
* Tidak terampil bernegosiasi, karena pendapatnya selalu disetujui tanpa pernah dibantah, alias tidak terampil mengemukakan argumentasi.